TEORI EMOSI Perasaan

TEORI EMOSI Perasaan paling dasar yang kita alami mencakup bukan hanya motif-motif seperti rasa lapar dan seks tetapi juga emosi seperti kebahagiaan dan kemarahan. Emosi dan motif berhubungan erat. Walaupun mirip, emosi dan motif perlu dibedakan. Salah satu perbedaan yang umum adalah bahwa emosi dipicu dari luar atau dibangkitkan oleh peristiwa eksternal, reaksi emosional ditujukan kepada peristiwa tersebut. Motif dibangkitkan dari dalam/oleh peristiwa internal dan secara alami diarahkan kepada objek tertentu di lingkungan seperti (makanan, air, atau pasangan). 1. Komponen-Komponen Emosi. Daftar komponen emosi mencakup: Respon tubuh Internal, terutama yang melibatkan sistem syaraf otonomik. Misal: Jika marah tubuh Anda kadang-kadang gemetar atau suara Anda menjadi tinggi, walaupun Anda tidak menginginkannya. 2. Keyakinan atau penilaian kognitif, bahwa telah terjadi keadaan positif atau negatif tertentu. Misal: saat mengalami suatu kebahagiaan, seringkali melibatkan tentang alasan kebahagiaan itu. 3. Ekspresi Wajah, Misal: jika Anda merasa muak atau jijik, mungkin Anda mengerutkan dahi, membuka mulut lebar-lebar dan kelopak mata sedikit menutup. 4. Reaksi terhadap Emosi, mencakup reaksi spesifik. Misal: kemarahan menyebabkan agresi. Dasar Fisiologis Jika kita mengalami suatu emosi yang kuat seperti rasa marah atau takut, mungkin kita merasakan sejumlah perubahan pada tubuh. Sebagian besar perubahan fisiologis yang terjadi selama rangsangan emosional terjadi akibat aktivasi cabang simpatik dari sistem syaraf otonomik untuk mempersiapkan tubuh melakukan tindakan darurat. Sistem simpatik bertanggung jawab untuk terjadinya perubahan-perubahan berikut: 1. Tekanan darah dan denyut jantung meningkat. 2. Pernapasan menjadi lebih cepat. 3. Pupil mata mengalami dilatasi. 4. Keringat meningkat sementara sekresi saliva dan mukus menurun. 5. Kadar gula darah meningkat untuk memberikan lebih banyak energi. 6. Darah membeku lebih cepat untuk persiapan kalau-kalau terjadi luka. 7. Mobilitas saluran gastrointestinal menurun, darah dialirkan dari lambung dan usus ke otak dan otot rangka. 8. Rambut dikulit menjadi tegak, menyebabkan “merinding”. Sistem syaraf simpatis mempersiapkan organisme untuk mengeluarkan energi. Saat emosi menghilang, sistem parasimpatik (sistem penghemat energi) mengambil alih dan mengembalikan organisme ke keadaan normalnya. Intensitas Emosi. Para peneliti telah mempelajari kehidupan emosional individu-individu dengan cedera pada medula spinalis. Jika medula spinalis mengalami gangguan atau lesi, sensasi dibawah tempat cedera tidak dapat mencapai otak. Karena sebagian sensasi itu berasal dari sistem syaraf simpatik, cedera menurunkan kontribusi rangsangan otonomik untuk merasakan emosi. Penurunan rangsangan otonomik menyebabkan penurunan intensitas emosi yang dialami » Teori Emosi Dua-Faktor. Teori ini dikemukakan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962) serta dikenal sebagai teori yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik yang ditimbulkan dapat saja sama (misalnya: hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah dan sebagainya), namun jika rangsangannya menyenangkan, misalnya diterima di perguruan tinggi, maka emosi yang muncul dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan, misalnya melihat ular berbisa, maka emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi. » Teori Emergency. Pertama-tama teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), dan dikenal dengan nama teori sentral. Sunaryo (2004) mengemukakan bahwa teori ini merupakan lawan dari teori emosi dari James-Lange. Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami individu. Misalnya saja, orang marah gejala kejasmaniannya meliputi jantung berdebar, pernapasan cepat, dan mata merah. Teroi ini kemudian diperkuat oleh Philip Bard, sehingga teori ini kemudian lebih dikenal dengan teori Cannon-Bard atau teori “emergency”. Teori ini menyatakan bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan organisme dalam situasi darurat (emergency) . Diferensiasi Emosi. Wiliam James menyatakan bahwa persepsi perubahan tubuh adalah pengalaman subjektif dari suatu emosi: (“Kita takut karena kita lari.”; “Kita marah karena kita memukul”). Ahli psikologi Denmark, Carl Lange, sampai pada posisi yang serupa, tapi baginya perubahan tubuh termasuk rangsangan otonomik. Posisi kombinasi mereka disebut teori James-Lange. Teori ini menyatakan: Karena persepsi rangsangan otonomik (dan mungkin perubahan tubuh lain) membentuk pengalaman suatu emosi, dan karena emosi yang berbeda terasa berbeda, pastilah terdapat pola tersendiri aktivitas otonomik untuk tiap emosi. Dengan demikian teori James-Lange menyatakan bahwa rangsangan otonomik mendiferensiasikan emosi. Teori ini mengalami serangan hebat pada tahun 1920-an (terutama bagian teori tentang rangsangan otonomik). Serangan ini dipimpin oleh ahli psikologi Walter Cannon (1927) yang mengajukan tiga kritik utama: 1. Karena organ internal merupakan struktur yang relatif tidak sensitif dan tidak terpasok baik oleh syaraf, perubahan internal terjadi terlalu lambat agar dapat menjadi sumber emosi. 2. Perubahan tubuh yang di induksi secara artifisial berkaitan dengan suatu emosi. Sebagai contoh: injeksi obat seperti epinephrine tidak menghasilkan pengalaman emosi yang sesungguhnya. 3. Pola rangsangan otonomik tampaknya tidak banyak berbeda dari satu keadaan emosional dengan keadaan emosional lain, sebagai contohnya walaupun kemarahan menjadikan jantung kita berdebar lebih cepat, demikian pula jika kita melihat orang yang kita cintai. Argumen ketiga secara eksplisit menyangkal bahwa perangsangan emosional dapat mendiferensiasi emosi. Ahli psikologi telah mencoba menangkis pandangan Cannon ketiga sambil mengembangkan pengukur sub-komponen rangsangan otonomik yang semakin akurat. Akhirnya semua penelitian hanya membuktikan bahwa terdapat suatu perbedaan fisiologis diantara emosi, dan perbedaan tersebut dihayati dan dialami sebagai perbedaan kualitatif antara emosi. Walaupun rangsangan otonomik membantu membedakan beberapa emosi, kecil kemungkinannya ia membedakan semua emosi. Kognisi dan Emosi. Jika kita mengalami suatu peristiwa atau tindakan, kita menginterpretasikan situasi itu berkaitan dengan tujuan pribadi dan kesehatan kita; hasil dari penilaian adalah keyakinan yang positif dan negatif. Interpretasi ini dikenal sebagai penilaian kognitif, yang memiliki dua bagian tersendiri: proses penilaian dan keyakinan yang dihasilkannya. Intensitas dan Diferensiasi Emosi. Penilaian kita terhadap suatu situasi dapat mempengaruhi intensitas pengalaman emosional kita. Penilaian kognitif mungkin juga sangat bertanggung jawab untuk membedakan emosi. Tidak seperti rangsangan otonomik, keyakinan yang terjadi dari penilaian adalah cukup kaya untuk dibedakan dari banyak jenis perasaan dan proses penilaian sendiri mungkin cukup cepat untuk mempengaruhi kecepatan munculnya beberapa emosi. Komponen-komponen rangsangan otonomik dan penilaian kognitif merupakan peristiwa yang sangat kompleks yang melibatkan sub-komponen, dan sub-komponen itu tidak semuanya terjadi pada waktu yang bersamaan. Dimensi-dimensi Emosi. Ahli psikologi telah mengambil pendekatan yang berbeda terhadap masalah dimensi mana dari suatu situasi yang menentukan emosi mana yang akan terjadi. Salah satu pendekatan menganggap bahwa terhadap sekelompok kecil emosi “primer” dan tiap emosi tersebut berhubungan dengan situasi hidup fundamental. Emosi tersebut dapat meliputi rasa takut, marah, gembira, percaya, muak, antisipasi dan terkejut. Pendekatan lain untuk menentukan determinan emosi menekankan proses kognitif. Pendekatan ini memulai dengan sekumpulan primer dimensi situasional yang dialami seseorang. Smith dan Ellsworth menemukan bahwa sekurangnya diperlukan enam dimensi untuk mendeskripsikan 15 emosi yang berbeda (termasuk kemarahan, rasa bersalah dan kesedihan). Dimensi tersebut antara lain: a. Sifat disenangi suatu situasi (menyenangkan atau tidak menyenangkan). b. Upaya yang diperkirakan dilakukan pada situasi. c. Kepastian situasi. d. Perhatian yang akan dilimpahkan pada situasi. e. Pengendalian yang dirasakan seseorang terhadap situasi. f. Pengendalian yang dikaitkan dengan kekuatan bukan manusiawi terhadap situasi. Beberapa Implikasi Klinis. Fakta bahwa penilaian kognitif dapat mendiferensiasikan emosi membantu memahami teka-teki observasi klinis. Klinisi melaporkan bahwa kadang-kadang seorang pasien tampaknya mengalami suatu emosi tetapi tidak menyadarinya. Titik pertemuan lain antara analisis klinis dan riset eksperimental adalah perkembangan emosional. Penelitian klinis menyatakan bahwa sensasi kesenangan dan distres seseorang hanya berubah sedikit saat ia berkembang dari anak-anak menjadi dewasa; tetapi yang berkembang adalah ide tentang sensasi. Terakhir, penelitian mengenai penilaian, cocok dengan fenomena yang dikenal baik, bukan hanya oleh klinisi tetapi juga oleh semua orang. Tingkat mana situasi membangkitkan suatu emosi tergantung pada pengalaman kita sebelumnya. Emosi tanpa Kognisi. Walaupun penilaian kognitif jelas sangat penting untuk mengalami banyak emosi, tetapi tampaknya terdapat kasus emosi dimana tak ada penilaian kognitif yang tampaknya terlibat. Jika seekor tikus menerima kejutan listrik untuk pertama kalinya. Misal: mungkin ia hanya sedikit memikirkannya, dan reaksi emosionalnya sama sekali tidak memiliki aktivitas kognitif. Terdapat dua jenis pengalaman emosional: yang berdasarkan pada penilaian kognitif dan yang mendahului kognisi. Walaupun kita dapat memiliki pengalaman emosional tanpa penilaian kognitif. Pengalaman tersebut mungkin terbatas pada perasaan positif atau negatif yang tidak terdeferensiasi. Ekspresi dan Emosi. Ekspresi wajah yang menyertai emosi jelas berfungsi mengkomunikasikan emosi tersebut. Penelitian belum lama ini menyatakan bahwa selain fungsi komunikatifnya, ekspresi emosi berperan pada pengalaman subjektif emosi, sama seperti rangsangan dan penilaian. Komunikasi Ekspresi Emosi. Ekspresi wajah tertentu tampaknya memiliki makna universal, tanpa memandang kultur tempat individu tersebut dibesarkan. Misal: Ekspresi universal dari kemarahan adalah wajah memerah, kening berkerut, lubang hidung membesar, rahang mengatup dan gigi diperlihatkan. Jadi disamping ekspresi dasar emosi yang tampaknya universal, terdapat bentuk ekspresi yang konvensional, sejenis bahasa emosi yang dikenali oleh orang lain di dalam suatu kultur. Lokalisasi Otak. Ekspresi emosional yang universal sangat spesifik: otot tertentu digunakan untuk mengekspresikan emosi tertentu. Kombinasi universalitas dan spesifitas ini menyatakan bahwa sistem neurologis khusus mungkin telah berkembang pada manusia untuk menginterpretasikan ekspresi emosional primitif. Bukti terakhir menyatakan bahwa memang terdapat sistem seperti itu, dan terletak di hemisfer serebral kanan. Hipotesis Umpan Balik Wajah. Ide bahwa ekspresi wajah, selain fungsi komunikatifnya, juga berperan dalam pengalaman emosi kita kadang-kadang dinamakan hipotesis umpan balik wajah. Menurut hipotesis, sama seperti kita menerima umpan balik tentang (atau menghayati) rangsangan otonomik kita, kita juga menerima umpan balik tentang ekspresi wajah kita, dan umpan balik ini bergabung dengan komponen emosi lainnya untuk menghasilkan pengalaman yang lebih kuat. Aliran Darah dan Temperatur Otak. Kontraksi otot wajah tertentu dapat mempengaruhi aliran darah di pembuluh darah sekitarnya. Hal ini selanjutnya mempengaruhi aliran darah selebral yang dapat menentukan temperatur otak, yang selanjutnya memfasilitasi dan menginhibisi pelepasan berbagai neurotransmiter dan neurotransmiter ini mungkin mungkin merupakan bagian dari aktivitas kortikal yang mendasari emosi. Sebagai contohnya: jika tersenyum, konfigurasi otot-otot wajah mungkin menyebabkan penurunan temperatur di daerah otak dimana dilepaskan neurotransmiter serotonin. Perubahan temperatur ini mungkin menghambat pelepasan neurotransmiter yang menyebabkan suatu perasaan positif. Dengan demikian jalur kritis pindah dari ekspresi wajah ke aliran darah ke temperatur otak ke ekspresi emosi. Reaksi emosi Ahmdi dan Umar (2004) menyatakan reaksi emosi merupakan gejala jiwa yang kompleks, mempunyai bentuk dan variasi bermacam-macam. Diantara beberapa reaksi emosional tersebut adalah sebagai berikut: » Terkejut, yaitu suatu rekasi yang terjadi secara tiba-tiba karena adanya hal-hal yang tidak disangka sebelumnya. » Sedih, yaitu kekosongan jiwa merasa kehilangan sesuatu yang dihargai. » Gembira, ialah rasa positif terhadap sesuatu yang dihadapi. » Takut, merupakan perasaan lemah atau tidak berani menghadapi suatu keadaan. » Gelisah, yaitu semacam perasaan takut namun dalam taraf yang ringan. Kegelisahan merupakan suasana jiwa yang berhubungan dengan sesuatu yang belum diketahui kepastiannya, ketidak-tentuan mengenai suatu hak, ketidak-tegasan dan sebagainya. » Khawatir, yakni merasa tidak berdaya, sesuatu dipandang lebih berkuasa dan disertai perasaan terancam. » Marah, reaksi terhadap suatu rintangan yang menyebabkan gagalnya suatu usaha. » Heran, yaitu suatu reaksi terhadap suatu objek yang belum pernah dipahami. » Giris, yakni perasaan yang timbul pada seseorang apabila tidak terdapat lagi keseimbangan antara dirinya dengan lingkungan. Penderita tidak sanggup lagi mengahadapi kehidupan. Perasaan ini mempengaruhi kehidupan penderita, oleh karena itu perasaan tersebut dapat timbul setiap saat. PERKEMBANGN DAN PENGARUH EMOSI BAGI PRILAKU Pengaruh Emosi Dibawah ini adalah beberapa contoh tentang pengaruh emosi terhadap perilaku afektif anak di antaranya sebagai berikut: a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai. b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi) c. Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara. d. Terganggu penyesuaian social, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati. e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengarui sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. (Yusuf, 2004 : 115). Sedangkan dari perkembangan emosi yang dilihat dari segi umur itu yaitu : Awal emosi (0 - 15 bulan) - Emosi asas (positif dan negatif) berkembang secara 'gradual' terutama dalam tempoh enam bulan pertama dan selalunya ditonjolkan menerusi memek muka dan 'eye contact': Gembira/seronok - senyum, pipi terangkat, mata berbentuk bulan sabit. Contoh; bila diagah. Terkejut - angkat kening, mulut terbuka luas, bulatkan mata. Contoh; berhenti menangis bila dengar bunyi muzik atau suara jeritan Minat - merenung, mengerutkan kening dan bibir. Contoh; merenung wajah ibu, melihat persekitaran. Marah - mengerut dan memasamkan muka, kening turun naik, mata tajam. Contoh; 'mengamuk' bila mengantuk atau lapar, bila objek dirampas daripada tangan. Sedih - muka masam dan layu, dagu tertolak ke hadapan. Contoh; ditinggalkan ibu. Geli - berkerut kening, jelir lidah. Contoh; menolak jenis makanan tertentu, menangis bila buang air. Bayi antara 3-8 minggu sudah boleh tersenyum (perkembangan awal emosi positif). - Bayi 12-20 minggu akan senyum pada wajah dan suara yang dikenali, senyum bila merasakan persekitaran dikuasai, mula ketawa. -Enam bulan pertama bayi masih belum mempunyai rasa sayang/kasih pada sesuatu atau seseorang. Perasaan kasih mula terbentuk ketika usia antara 7-9 bulan; melalui hubungan ikatan kasih sayang, sentuhan, belaian dengan orang yang paling hampir seperti ibu dan bapak. Menunjukkan rasa tidak senang/takut dengan kehadiran 'orang asing'. Anak tatih (16-36 bulan) Emosi turun naik seperti 'roller coaster' Usia 2 tahun; sudah tahu menunjukkan emosi dan emosi yang ditunjukkan memang disengajakan (tidak ragu-ragu untuk melakukannya) Mahu bebas tetapi tidak mahu ditinggalkan bersendirian; rasa diri 'sudah besar' tetapi mahu dibelai. 'Reject syndrome'; dalaman kanak-kanak bukan 'menentang' ibu bapa. Temper tantrum'; tidak mampu meluahkan perasaan sepenuhnya dalam bentuk perkataan/verbal. Berbagai bentuk perasaan takut; bunyi bising, suara binatang, bilik gelap, 'hilang' ibu bapa, perubahan persekitaran dan sebagainya (takut pada apa saja yang dianggap bahaya). Anak prasekolah (3-6 tahun) Usia 3-4 tahun sudah boleh memahami perkaitan antara emosi dan persekitaran (sebab yang mempengaruhi emosi). Mula belajar mengawal emosi yang turun naik. Pemahaman terhadap emosi orang lain terbatas hanya kepada emosi yang ditunjukkan melalui memek muka. Perasaan takut yang terbentuk berkait dengan imaginasi dan khayalan beserta perkembangan daya kreativiti dan pemikiran abstrak. Contoh; takut hantu atau takut jatuh. Lebih berdikari, kurang 'physical contact' dengan ibu bapa. Lebih banyak bercakap untuk mencurah perasaan/menangani perasaan. Usia pertengahan (7-14 tahun) Sudah pandai menyembunyikan emosi yang negatif dengan berpura-pura menunjukkan keseronokan. Sudah mula memahami dan menghurai emosi yang kompleks; perasaan malu, rasa bersalah, rasa bangga dan cemburu. Perasaan takut mula berkembang kepada yang lebih realistik; takut sekolah, takut berkomunikasi, takut kejadian jenayah. Mau disayangi tetapi bukan ditonjolkan depan ramai. Amat memerlukan bantuan mengenalpasti emosi marah agar tidak 'out of control'; belajar mengawal perasaan. Perlu perhatian dan dorongan mengatasi rasa takut.


Posting Komentar untuk "TEORI EMOSI Perasaan"